Istilah Tashowwur dan Tashdiq

Pengetahuan kita terhadap suatu hal, terkadang diiringi dengan justifikasi dan terkadang tidak.

Misalnya saat saya mengatakan “cuaca”. Anda kurang lebih tahu apa itu cuaca. Cuaca yang ada di pikiran Anda saat ini itulah yang disebut Tashowwur, pengetahuan yang tidak ada justifikasi apapun di dalamnya, hanya terbersit sekilas di pikiran Anda begitu saja.

Namun jika saat ini Anda pergi ke luar rumah, lalu Anda melihat cuaca sedang mendung. Pengetahuan Anda tentang cuaca saat ini sedang mendung adalah Tashdiq, karena ada justifikasi “sedang mendung” terhadap “cuaca”.

Berdasarkan contoh ini, bisa dikatakan bahwa pengetahuan Anda terhadap apa itu cuaca adalah Tashowwur; sedangkan pengetahuan Anda akan mendung-nya cuaca hari ini adalah Tashdiq.

Apa itu “Pegetahuan” dalam Ilmu Mantiq

“Tahu” atau “mengetahui” adalah sebuah keadaan pada diri manusia yang bertolak belakang dengan “ketidak-tahuan” atau “kebodohan”.

Seperti pengetahuan kita terhadap seseorang bernama Ali, kawan kita misalnya, kita memiliki gambaran di benak kita tentang bagaimana wajahnya, tinggi tubuhnya, suaranya seperti apa, potongan rambutnya dan seterusnya. Dalam kasus ini kita memiliki pengetahuan tentang Ali. Berbeda dengan kawan kita, yang misalnya belum pernah bertemu dengan Ali sebelumnya, ia tidak tahu atau tidak memiliki pengetahuan.

Oleh karena itu para pakar mendefinisikan ilmu atau pengetahuan dengan gambaran akan sesuatu yang ada dalam benak dan pikiran kita.

Peran Mantiq Aristoteles dan batasannya

Jika Anda ingat dengan pengibaratan seorang pemikir bagaikan seorang tukang bangunan, di sini perlu diketahui sejauh apa peran Mantiq Aristoteles dalam mengukur kebenaran berfikir.

Peran Mantiq Aristoteles hanya sebatas memberikan kaidah dalam mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan yang sudah kita miliki sehingga menghasilkan pengetahuan baru yang benar.

Contoh cara berfikir yang salah, yang perlu dibenarkan dengan Mantiq

Masih ingat perumpamaan seorang pemikir bagai seorang tukang bangunan pada tulisan sebelumnya?

Di tulisan ini mari kita menyimak contoh kesalahan berfikir yang sangat sederhana di bawah ini:

Contoh 1: Bahan bangunan tidak berkualitas, bangunan cepat roboh

Seorang pemikir berkata,

"Socrates adalah seorang manusia." + "Setiap manusia itu zalim." = "Socrates adalah seorang yang zalim."

Contoh 2: Bahan bangunan sangat berkualitas dan mahal, tapi gedung yang berdiri tidak berfungsi

Seorang pemikir berkata,

"Socrates adalah manusia." + "Socrates adalah orang yang pintar." = "Semua manusia adalah orang pintar."

Apa sih berfikir itu? Mengapa kita perlu Mantiq untuk berfikir?

Berfikir adalah upaya seorang manusia untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui dengan cara mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya.

Dalam mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada, seringkali kita melakukan kesalahan, sehingga apa yang kita hasilkan dari kombinasi pengetahuan tersebut salah.

Asal Muasal Ilmu Mantiq

Ilmu Mantiq merupakan salah satu Ilmu yang datang dari budaya non-Islami.

Ilmu ini mulanya mulai dipelajari oleh para kalangan terpelajar di masa-masa penyebaran ajaran Islam, yang kemudian diterima dengan baik oleh mereka.

Lambat laun ilmu ini menjadi mukadimah yang harus dipelajari terlebih dahulu oleh seorang yang ingin mempelajari ilmu-ilmu Islami. Akhirnya ilmu Mantiq kini dianggap sebagai ilmu Islami.

Ilmu Mantiq diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari tulisan-tulisan Yunani. Pencetus ilmu ini adalah Aristoteles.