Pengertian puasa

Puasa adalah amal ibadah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak adzan subuh hingga adzan maghrib.

Niat berpuasa

Puasa adalah ibadah yang harus dikerjakan dengan niat menjalankan perintah Ilahi.

Seseorang di tiap malam bulan Ramadhan bisa meniatkan puasa keesokan harinya dan lebih baiknya juga di awal bulan Ramadhan meniatkan puasa sebulan penuh.

Dalam puasa wajib yang telah ditentukan, niat puasa tiak boleh ketinggalan melampaui adzan subuh.

Niat tidak perlu dilafadzkan, cukup di dalam hati.

Hukum-hukum fikih berkenaan dengan masjid

Masjid adalah tempat mulia yang mana kita sangat ditekankan untuk shalat di dalamnya. Berikut ini adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan masjid.

Yang haram dilakukan:

  • Menghias masjid dengan emas
  • Menjual masjid, meskipun sudah rusak
  • Membiarkan masjid najis (harus segera mensucikan jika terkena najis)

Yang mustahab dilakukan:

  • Datang ke masjid lebih dahulu dari orang lain dan juga keluar lebih akhir
  • Menyalakan lampu-lampu masjid
  • Membersihkan masjid
  • Mendahulukan kaki kanan saat masuk masjid dan kaki kiri saat keluar
  • Melaksanakan shalat sunah dua rakaat (salat tahiyah masjid)
  • Memakai wewangian dan berhias serta mengenakan pakaian terbaik saat hendak pergi ke masjid

Yang makruh dilakukan:

  • Meninggikan menara masjid lebih dari atap masjid
  • Melewati masjid sebagai tempat menyebrang tanpa shalat di dalamnya
  • Meludah atau membuang ingus di masjid
  • Tidur di masjid, kecuali terpaksa
  • Berteriak di masjid dan mengencangkan suara, kecuali dalam adzan
  • Melakukan jual beli di dalam masjid
  • Membicarakan perkara-perkara duniawi
  • Pergi ke masjid setelah makan bawang putih (yang sekiranya aromanya mengganggu orang lain)
  • Makruh bagi orang yang rumahnya di sebelah masjid untuk shalat selain di masjid

Apa saja shalat-shalat mustahab itu?

Ada banyak sekali shalat mustahab (sunah) yang akan dibahas di sini beberapa.

Shalat ied

Di zaman ghaibnya imam zaman as, shalat iedul fitri dan iedul adha mustahab hukumnya, namun saat beliau hadir, kedua shalat itu wajib.

Waktu shalat ied adalah semenjak matahari terbit hingga dhuhur.

Tata cara shalat ied

Shalat ied dua raka’at. Di raka’at pertama ada lima takbir dan lima qunut, lalu di raka’at kedua ada empat takbir dan empat qunut. Berikut caranya:

  • Memulai shalat dengan takbiratul ihram.
  • Membaca surah Al Fatihah dan surah pendek.
  • Mengucap takbir, lalu setelah takbir qunut dan membaca doa atau zikir apapun, diulang sampai lima kali.
  • Setelah itu ruku’, sujud, duduk dan sujud kedua.
  • Bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua, yang mana sama seperti rakaat pertama hanya saja kali ini ada empat takbir dan empat qunut.
  • Setelah empat takbir dan empat qunut (yakni setelah qunut keempat) dilanjutkan dengan satu kali lagi takbir lalu diteruskan dengan ruku’, sujud, tasyahud dan salam.

Shalat nafilah untuk sebelum dan sesudah shalat wajib

Berikut ini adalah shalat-shalat sunah yang dimaksud:

  • 1 x shalat (2 rakaat) sebelum shalat Subuh
  • 4 x shalat (tiap shalat 2 rakaat) sebelum shalat Dhuhur
  • 4 x shalat (tiap shalat 2 rakaat) sebelum shalat Ashar
  • 2 x shalat (tiap shalat 2 rakaat) setelah shalat Maghrib
  • 1 x shalat (2 rakaat) setelah shalat Isya’ dikerjakan dengan duduk

Shalat malam

Sangat dianjurkan bagi kita untuk bangun malam dan melakukan amal ibadah ini. Berikut ini adalah jumlah rakaat shalat malam:

  • 4 x shalat (tiap shalat 2 rakaat) dengan niat nafilah malam/shalat malam
  • 1 x shalat (2 rakaat) dengan niat shalat Syafa’
  • 1 x shalat (1 rakaat) dengan niat shalat Witir

Hukum fikih Shalat Ayat dan tata caranya

Ketika sebab-sebab di bawah ini terjadi maka wajib melaksanakan shalat ayat:

  • Gempa bumi
  • Gerhana matahari
  • Gerhana bulan
  • Badai dahsyat disertai petir, angin kencang, yang sekiranya sangat menakutkan bagi kebanyakan orang

Cara melaksanakan shalat ayat

Berikut ini adalah tata caranya:

  • Shalat ayat dua raka’at dan tiap raka’at ada lima ruku’.
  • Dimulai dengan takbiratul ihram.
  • Lalu membaca surah Al-Fatihah dan satu surah lain.
  • Kemudian ruku’.
  • Berdiri dari ruku’ membaca surah Al-Fatihah dan surah lain lagi, begitu hingga lima kali.
  • Setelah kali kelima (ruku’ kelima), bangkit lalu meneruskan dua sujud.
  • Bangkit untuk raka’at kedua, yang amalannya sama seperti raka’at pertama.
  • Setelah dua sujud raka’at kedua diakhiri dengan tasyahud dan salam.

Hukum Shalat Jum’at dalam Fikih Ahlul Bait

Di jaman ghaibnya imam Ahlul Bait as, adalah wajib takhyiri, yang artinya boleh memilih antara melaksanakan shalat jum’at atau shalat dhuhur. Jika sudah melaksanakan shalat jum’at, tidak perlu lagi melaksanakan shalat dhuhur, langsung saja setelahnya melaksanakan shalat ashar.

Yang wajib

Shalat jum’at dua raka’at seperti shalat subuh, hanya bisa berlangsung minimal dilaksanakan oleh lima orang dan dimulai dengan dua khutbah yang disampaikan sendiri oleh imam jum’at.

Yang mustahab

Dalam shalat jum’at dimustahabkan untuk:

  • Imam membaca surah Al-Fathihah dan surah lain setelahnya dengan suara kencang (jahr) oleh imam jum’at.
  • Membaca surah Al-Jumu’ah seusai surah Al-Fathihah pada raka’at pertama oleh imam jum’at.
  • Membaca surah Al-Munafiqun seusai surah Al-Fathihah pada raka’at kedua oleh imam jum’at.
  • Melaksanakan dua qunut, yang pertama di raka’at pertama sebelum ruku’ dan yang kedua di raka’at kedua seusai ruku’.

Syarat-syarat shalat jum’at

  • Seluruh syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk shalat jama’ah juga harus dipenuhi untuk shalat jum’at.
  • Harus dikerjakan secara berjama’ah dan tidak sah jika dikerjakan sendiri-sendiri (munfarid).
  • Minimal jumlah orang yang melaksanakan shalat jum’at adalah lima orang (sudah termasuk imam).
  • Jika ada dua shalat jum’at, jarak tempat antara keduanya minimal satu farsakh (kurang lebih 5 km).

Tugas-tugas imam jum’at saat menyampaikan khutbah

  • Mengucap pujian kepada Allah swt.
  • Mengucap salam dan shalawat kepada Rasulullah saw dan para imam maksum as.
  • Menyeru umat kepada ketakwaan dan menghindar dari dosa.
  • Membacakan sebuah surah pendek Al-Quran.
  • Memohonkan ampun untuk para mukminin dan mukminat.
  • Membicarakan masalah-masalah penting terkait kehidupan sosial umat Islam, termasuk perkara spiritual hingga politik, ekonomi dan kondisi jaman saat ini.

Tugas-tugas para pelaksana shalat jum’at

  • Para jama’ah wajib mendengarkan khutbah jum’at dengan seksama.
  • Tidak diperbolehkan ngobrol yang apa lagi membuat khutbah jum’at tidak didengar.
  • Duduk menghadap imam jum’at saat menyampaikan khutbah.

Hukum fikih shalat berjama’ah dalam ajaran Ahlul Bait

Mengerjakan shalat secara berjama’ah sangat dianjurkan dalam Islam.

Syarat-syarat shalat jama’ah

Berikut ini adalah syarat-syaratnya:

  • Ma’mum tidak boleh berada di depan imam sedikitpun.
  • Tempat shalat imam tidak boleh lebih tinggi dari tempat shalat ma’mum.
  • Jarak antara ma’mum dengan imam tidak boleh terlalu jauh, maksimal antara tempat sujud ma’mum dengan tempat berdiri imam adalah satu langkah.
  • Antara ma’mum dengan imam atau ma’mum lain yang ada di depannya tidak boleh ada penghalang seperti dinding atau tirai (khusus laki-laki saja, lain halnya jika ma’mum perempuan).

Cara bergabung dalam shalat berjamaah

Jika makmum mengikuti shalat berjamaah sejak awal imam memulai shalat, kurang lebih tidak ada yang perlu dibahas. Tapi bagaimana jika ada makmum yang baru saja datang dan imam jamaah sudah memulai shalatnya, misalnya sudah di rakaat kedua, atau ketiga, atau sedang dalam keadaan ruku’ atau sujud? Bagaimana makmum bisa bergabung dengan gerakan imam?

Jawabannya, makmum hanya bisa memulai bergabung shalat jamaah jika imam sedang dalam posisi berdiri (berdiri sebelum ruku’) atau saat imam dalam keadaan ruku’. Jika imam dalam keadaan ruku’, makmum bisa memulai shalat dengan takbiratul ihram lalu langsung rukuk mengikuti posisi gerakan imam. Namun jika sang imam bangun dari ruku’ dan makmum belum bergabung, makmum harus menunggu imam berdiri pada rakaat shalatnya yang berikutnya.

Tidak boleh mendahului imam

Falsafah shalat berjamaah adalah mengikuti sang imam. Oleh karena itu makmum tidak boleh memulai shalat (mengucap takbiratul ihram) lebih dahulu sebelum imam. Begitu juga gerakan makmum tidak boleh mendahului imam.

Adapun dalam bacaan shalat, tidak masalah mendahului imam, tapi lebih baiknya bersamaan atau setelah imam.

Untuk ruku’ dan sujud, jika makmum tidak sengaja mengangkat kepalanya dari ruku’ atau sujud, maka makmum tersebut harus kembali ke posisi ruku’ atau sujud seperti sang imam. Tapi, jika seandainya makmum dalam keadaan kembali ke posisi ruku’ atau sujud tersebut dan sebelum mencapai posisi ruku’ dan sujud itu imam tiba-tiba sudah mengangkat kepalanya, maka shalatnya batal.

Bacaan yang tidak perlu dibaca makmum

Saat imam dan makmum sama-sama berada dalam posisi berdiri di raka’at pertama dan kedua, yang mana imam membaca Al-Fatihah dan surah pendek setelahnya, makmum tidak perlu membaca Al-Fatihah dan surah, cukup diwakili imam.

Fikih Adzan dan Iqamah Ahlul Bait

Salah satu hal yang dimustahabkan sebelum shalat adalah adzan dan iqamah.

Tata cara adzan dan iqamah

Dalam adzan, berikut ini yang diucapkan:

  • Allahu akbar 4 kali
  • Asyhadu al laa ilaaha illallooh 2 kali
  • Asyhadu anna muhammadar rosulullooh 2 kali
  • Asyhadu anna ‘aliyyan waliyyullooh 2 kali
  • Hayya ‘alas sholaah 2 kali
  • Hayya ‘alal falaah 2 kali
  • Hayya ‘ala khoiril ‘amal 2 kali
  • Alloohu akbar 2 kali
  • Laa ilaaha illallooh 2 kali

Tata cara iqamah

Sedangkan dalam iqamah yang diucapkan:

  • Allahu akbar 2 kali
  • Asyhadu al laa ilaaha illallooh 2 kali
  • Asyhadu anna muhammadar rosulullooh 2 kali
  • Asyhadu anna ‘aliyyan waliyyullooh 2 kali
  • Hayya ‘alas sholaah 2 kali
  • Hayya ‘alal falaah 2 kali
  • Hayya ‘ala khoiril ‘amal 2 kali
  • Qod qoomatis sholaah 2 kali
  • Alloohu akbar 2 kali
  • Laa ilaaha illallooh 1 kali

Hukum-hukum terkait adzan dan iqamah:

  • Bagi orang yang hendak shalat wajib sehari-hari, disunahkan untuk melakukan adzan lalu iqamah sebelum memulai shalat
  • Adzan dan iqamah harus dilakukan setelah masuknya waktu shalat, jika dilakukan sebelum masuknya waktu batal hukumnya
  • Iqamah harus dilakukan setelah adzan, tidak boleh sebelumnya
  • Jika dalam shalat berjamaah sudah ada yang mengumandangkan adzan dan juga iqamah, seseorang yang menjadi makmum tidak boleh melakukan adzan dan iqamah untuk dirinya sendiri
  • Shalat sunah tidak ada adzan dan iqamahnya
  • Disunahkan saat ada anak yang baru lahir dikumandangkan adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya

Hukum Shalat Qadha

Shalat sehari-hari adalah ibadah terpenting yang tidak boleh ditinggalkan. Jika tertinggal, shalat tersebut harus dilaksanakan di lain kesempatan dan istilahnya disebut shalat qadha.

Mengqadha shalat ayah

Bagi anak laki-laki pertama, diwajibkan untuk mengqadha shalat ayah yang terlewatkan jika sang ayah telah meninggal dunia.

Hukum Shalat Musafir (orang yang bepergian) dalam fikih Ahlul Bait

Jika seseorang bepergian yang sekiranya dari jarak ia berangkat dan tempat tujuannya adalah 8 farsakh (kira-kira 45 kilo meter) maka selama di perjalanan ia harus menyingkat shalatnya, yakni shalat yang jumlah raka’atnya empat dilaksanakan sebagai shalat dua rakaat.

Setiba di tempat tujuan, jika tempat tujuan tersebut bukanlah tempat tinggalnya, maka selama ia tidak tinggal di tempat tersebut selama 10 hari, maka selama ia di situ ia harus menyingkat shalat-shalat empat raka’at menjadi dua raka’at.

Wajibnya qoshor dalam safar

Dalam safar (keadaan bepergian), shalat-shalat berjumlah 4 rakaat harus dikerjakan 2 rakaat (qoshor).

Perhatian: Wajibnya qoshor hanya untuk shalat-shalat harian yang berjumlah 4 rakaat, seperti dhuhur, ashar dan isya, tidak untuk shalat subuh dan maghrib.

Syarat-syarat shalat musafir:

Seorang musafir (orang yang bepergian) harus qoshor dengan delapan syarat di bawah ini:

  1. Jarak tempuh perjalanan, jika satu arah minimal harus mencapai 8 farsakh[1]. Atau 4 farsakh jika pulang-pergi (4 farsakh berangkat dan 4 farsakh kembali).
  2. Sejak awal bepergian, sudah diniatkan untuk menempuh jarak 8 farsakh atau lebih. Oleh karena itu, jika Anda bepergian tidak dengan niat menempuh jarak syar’i, misalnya hanya 6 farsakh, lalu setelah mencapai 6 farsakh anda berniat untuk menempuh perjalanan berikutnya semisal 5 farsakh, sesampai di tujuan Anda tidak bisa qoshor meskipun jika ditotal dari titik pertama hingga titik terakhir jarak tempuh perjalanan Anda sudah lebih dari 8 farsakh.
  3. Jika sudah berniat menempuh 8 farsakh, lalu di pertengahan jalan mengurungkan niatnya, maka ia harus shalat seperti biasa. Jika sebelumnya sempat melaksanakan shalat qoshor, sah shalatnya dan tak perlu mengulang.
  4. Dalam perjalanannya ia tidak singgah di suatu tempat yang merupakan kampung halamannya (wathon) atau persinggahan bukan kampung halaman tapi tinggal di sana 10 hari atau lebih.
  5. Perjalanannya tidak termasuk perjalanan orang yang bermaksiat (tidak syar’i). Misalnya pergi ke suatu tempat dengan tujuan melakukan maksiat/dosa maka ia tidak berhak shalat qoshor.
  6. Tidak termasuk orang-orang yang rumahnya selalu bersamanya. Yakni tidak seperti suatu kaum yang tinggal di gurun dengan mendirikan kemah-kemah dan saat pergi ke tempat lain kemah-kemah tersebut dibawa untuk tinggal di tempat yang baru.
  7. Perjalanannya tidak merupakan bagian dari pekerjaannya, seperti supir antar kota yang kesehariannya menempuh perjalanan jauh.
  8. Telah mencapai batas bolehnya qoshor (haddut tarakhush). Batasan itu adalah suatu tempat yang mana di situ Anda tidak bisa lagi mendengar adzan yang berkumandang di kota Anda (yang sekiranya berkumandang di ujung perbatasan kota, bukan tengah-tengah kota).

Beberapa masalah terkait safar

– Jika Anda melakukan perjalanan pulang-pergi, jika di perjalanan pertama (berangkat) Anda belum mencapai jarak tempuh syar’i (4 farsakh) dan perjalanan kedua (kembali) tidak sampai 4 farsakh, maka Anda tidak bisa qoshor.

– Jika Anda berniat untuk pergi menuju suatu tempat, dan di sana Anda berkeliling, perjalanan Anda selama berkeliling tidak dihitung sebagai perjalanan musafir yang dapat digabung dengan perjalanan musafir Anda.

– Dihitungnya jarak tempuh safar adalah semenjak Anda sudah keluar dari kawasan kota (bukan dari rumah Anda).

– Ada tiga hal yang membuat Anda tidak dianggap musafir (harus shalat 4 rakaat): pertama, jika Anda melewati kampung halaman (wathon); kedua berniat singgah selama 10 hari (atau lebih) di suatu tempat; tidak adanya niat yang jelas apakah akan kembali dari perjalanan atau tinggal lebih 10 hari di suatu tempat yang berkelanjutan hingga sebulan.

– Kampung halaman (wathon) ada dua, pertama tempat ia lahir dan tumbuh besar di sana, kedua tempat yang ia pilih untuk dijadikan tempat tinggal permanen dan paling tidak tinggal di situ sekitar 7-8 tahun (oleh karena itu orang yang tinggal di suatu kota namun tidak yakin untuk tinggal di situ selamanya tidak bisa disebut wathon).

[1] Para ahli fikih berbeda-beda dalam menyebutkan berapa kilometer-kah 8 farsakh itu. Ada yang berpendapat mulai dari 40 kilometer hingga 45 kilometer. Jika 8 farsakh adalah 45 kilometer, maka 1 farsakh = 5.625 kilometer.

Hukum fikih mengenai keraguan-keraguan dalam shalat

Ada dua macam keraguan dalam shalat. Pertama, keraguan dalam bagian amalan shalat, dan yang kedua keraguan mengenai rakaat shalat.

Keraguan dalam bagian shalat

Jika Anda meragukan apakah sudah melakukan amalan tertentu dalam shalat, misalnya mengucap dzikir saat sujud, jika Anda masih dalam posisi yang belum masuk pada bagian shalat lainnya, hendaknya apa yang diragukan tersebut dikerjakan. Namun jika ragunya setelah mengerjakan bagian amalan shalat yang lain maka keraguan itu tidak perlu dihiraukan.

Keraguan-keraguan dalam raka’at yang bisa membatalkan shalat

Jika Anda ragu dengan jumlah raka’at seperti di bawah ini, maka shalat Anda batal:

  • Keraguan jumlah rakaat saat melakukan shalat dua raka’at atau tiga raka’at subuh dan maghrib.
  • Ragu antara raka’at pertama dan raka’at berikutnya. Yakni jika Anda ragu apakah saat ini anda masih dalam raka’at pertama ataukah kedua/ketiga, maka batal shalat Anda.
  • Jika dalam shalat Anda tidak tahu sudah menjalankan berapa raka’at shalat, maka batal shalat Anda.

Keraguan yang tak perlu dihiraukan

Keraguan-keraguan berikut ini tidak perlu dihiraukan:

  • Dalam shalat mustahab.
  • Setelah salam usai shalat; yakni seusai shalat jika Anda ragu rakaat shalat yang telah Anda kerjakan, Anda tidak perlu mengulanginya.
  • Setelah berlalunya waktu shalat; yakni misalnya saat masuk waktu maghrib, jika Anda ragu apakah tadi siang sudah shalat dhuhur atau belum, keraguan itu tidak perlu dihiraukan.
  • Ragunya orang yang was-was.